Translate

Minggu, 01 November 2009

KALIMAT EFEKTIF

A Kalimat Efektif
Kalimat efektif adalah kalimat yang singkat dan padat tetapi dapat menyampaikan pesan secara tepat dan dapat dipahami secara tepat Kalimat efektif menuntut adanya beberapa ketepatan, di antaranya ketepatan pilihan kata, bentuk kata, pola kalimat, dan makna kalimat. Ketidakefektifan kalimat dalam surat biasanya disebabkan oleh:
1. Salah nalar
Coba Anda perhatikan contoh di bawah ini.
(a) Pada hari ini saya datang terlambat karena jalannya macet
(b) Saya mohon maaf tidak bisa mengikuti arisan karena tidak ada waktu.
Kalimat di atas merupakan bagian surat yang sering kita lihat pada surat pemberitahuan. Jika dilihat selintas memang kalimat di atas tampak efektif karena mudah kita pahami. Akan tetapi, kalimat tersebut sebenarnya tidak efektif karena salah nalar. Pada kalimat (a) terdapat frasa jalannya macet. Di dalam Kamus Besar bahasa Indonesia (KBBI, 1994: 611) kata macet berarti terhenti atau tidak lancar. Kata terhenti atau frasa
tidak lancar hanya boleh mengikuti kata yang bermakna ’gerak.’ Sedangkan kata jalan tidak mengandung makna ’gerak.’ Oleh karena itu, frasa jalanya macet mengalamai salah nalar, karena kata jalan pada konteks kalimat tersebut memang tidak pernah bergerak.
Hal yang tidak jauh berbeda juga terjadi pada kalimat (b). Tuhan telah memberikan waktu kepada kita 24 jam dalam satu hari dan satu malam. Jadi kalau ia tidak bisa arisan karena tidak ada waktu, berarti terjadi salah nalar. Kemungkinan yang tidak ada adalah kesempatan, karena setiap orang memiliki kesempatan yang berbeda-beda.
Dua kalimat di atas dapat diperbaiki menjadi:
(a) Pada hari ini saya datang terlambat karena lala lintas macet
(b) Saya mohon maaf tidak bisa mengikuti arisan karena tidak ada kesempatan untuk datang.
Masih banyak contoh kalimat lain yang salah nalar, misalnya:
(a) Mobil Pak Sanusi mau dijual.
(b) Waktu dan tempat kami persilakan kepada Bapak Rustamaji.
(c) Bola berhasil masuk ke gawang lawan.
Kalimat di atas dapat diperbaiki menjadi:
(a) Mobil Pak Sanusi akan dijual.
(b) Bapak Rustamji kami persilakan.
(c) Ronaldo berhasil memasukkan bola ke gawang lawan.
2. Penggunaan kata depan yang berlebihan dan tidak tepat
Penggunaan kata depan yang berlebihan di dalam kalimat surat juga menjadikan kalimat tidak efektif. Coba Anda perhatikan contoh berikut ini.
(a) Perusakan kami maju pesat berkat perkembangan daripada teknologi informasi.
(b) Kepada yang berminat membeli printer merek epson dapat menghubungi perusahaan kami.
(c) Jika belum jelas, Anda dapat meminta penjelasan lebih lanjut ke saya.
Penggunaan kata depan daripada pada kalimat (a) sangat berlebihan dan tidak tepat. Kata depan daripada berfungsi untuk membandingkan antara dua kata benda atau frasa benda. Padahal kata depan daripada pada kalimat (a) tidak berfungsi untuk membandingkan.
Jadi, kalimat di atas dapat diperbaiki sebagai berikut:
(a) Perusakan kami maju pesat berkat perkembangan teknologi informasi.
(b) Yang berminat membeli printer merek epson dapat menghubungi perusahaan kami.
(c) Jika belum jelas, Anda dapat meminta penjelasan lebih lanjut kepada saya.
Contoh penggunaan kata depan daripada yang tepat adalah:
Hidup di desa lebih tenang daripada hidup di kota.
Tunjangan kesejahteraan guru DKI Jakarta lebih baik daripada tunjangan kesejahteraan guru dari daerah lain.
Daripada menjadi gelandangan di DKI Jakarta lebih baik kita mengikuti transmigrasi ke Kalimantan.
Penggunaan kata depan kepada pada kalimat (b) juga berlebihan dan tidak tepat. Penggunaan kata depan kepada yang benar adalah untuk menyatakan ’tempat yang dituju’ dan ditempatkan di muka objek dalam kalimat yang predikatnya mengandung pengertian ’tertuju terhadap sesuatu.’
Contoh:
(a) Persoalan itu harus dilaporkan kepada kepala sekolah.
(b) Saya akan meminta bantuan kepada LBH yang ada di PGRI.
(c) Marilah kita kembali kepada UUD 1945.
Penggunaan kata depan ke pada kalimat (c) tidak tepat, karena kata depan ke tidak dapat digunakan di depan:
(a) kata ganti (saya, kamu, dan dia),
(b) kata nama diri (Sanusi, Gunawan),
(c) kata nama jabatan (lurah, camat, dan gubernur),
(d) Kata nama kekerabatan ( adik, saudara, dan ibu).
Kata depan ke berfungsi untuk menyatakan ’tempat tujuan’ dan digunakan di depan kata benda yang menyatakan tempat. Untuk menyatakan ’tempat yang dituju’ penggunaan kata depan ke akan lebih cermat apabila diikuti dengan kata yang menunjukkan bagian dari tempat yang dimaksud. Contoh penggunaan kata depan ke yang tepat.
(a) Ayah pergi ke Makasar.
(b) Saya melihat ke tengah danau.
(c) Perampok itu berlari ke samping mobil kami.
3. Pleonasme (berlebihan/mubazir)
Penggunaan kata yang pleonastis (berlebihan) dapat mempengaruhi efektivitas kalimat. Coba perhatikan contoh berikut ini.
(a) Produk-produk kami dijamin memuaskan para Bapak-bapak dan Ibu-ibu.
(b) Harga yang Bapak tawarkan kepada kami sangat murah sekali.
(c) Banyak orang-orang yang telah tertarik terhadap produk perusahaan kami.
Kata depan para pada kalimat (a) sangat berlebihan (mubazir). Kata depan para bermakna ’jamak.’ Oleh karena itu, penggunaan kata depan para jangan diikuti lagi dengan kata yang bermakna jamak, misalnya bapak-bapak, Ibu-ibu, hadirin, dan sebagainya. Hal yang senada juga terjadi pada kalimat (c). Kata banyak seyogyanya tidak diikuti kata jamak (orang-orang).
Penggunaan kata sangat murah sekali pada kalimat (b) juga pleonastis (berlebihan). Kata sangat sama atau mirip artinya dengan kata sekali. Oleh karena itu, pergunakan salah satu saja, yakni sangat murah atau murah sekali.
Jadi, perbaikan kalimat di atas adalah:
(a) Produk-produk kami dijamin memuaskan para Bapak dan Ibu.
(d) Harga yang Bapak tawarkan kepada kami sangat murah.
(e) Banyak orang yang telah tertarik terhadap produk perusahaan kami
B. Pemilihan kata yang tepat (diksi)
Pilihan kata atau diksi dalam bahasa surat hendaknya tepat agar tidak menimbulkan konotasi yang lain. Konotasi adalah makna tambahan yang muncul dari kata tersebut. Makna konotasi muncul akibat penafsiran, perasaan, dan budaya setiap orang. Konotasi ini akan ditanggapi secara berbeda-beda, bergantung dari situasi pembacanya. Coba Anda perhatikan contoh berikut ini.
(a) Kami berharap, Bapak dapat bergabung di perusahaan kami.
(b) Saya berharap, Saudara dapat bergabung di perusahaan saya.
Kata kami pada kalimat (a) sebenarnya sama dengan kata saya pada kalimat (b), yakni prulalis majestatis. Penggunaan kata kami terasa lebih santun karena tidak menonjolkan diri dibandingkan dengan kata saya. Begitu pula, penggunaaan kata Bapak terasa lebih terhormat dibandingkan dengan kata Saudara.
Contoh lain adalah:
(a) Seorang supervisor harus memperhatikan anggota timnya.
(b) Seorang mandor harus memperhatikan bawahannya.
Kata supervisor dan mandor pada kalimat di atas pada dasarnya memiliki makna yang sama, pengawas atau pengontrol utama. Akan tetapi, kata supervisor terasa lebih terhormat daripada kata mandor. Begitu pula, frasa anggota tim memiliki konotasi lebih baik daripada kata bawahan.
Contoh lainnya adalah:
Perusahaan kami menerima tenaga kerja wanita dengan syarat tinggi badan minimal 165 cm, berleher jenjang, dan bertubuh langsing.
Frasa berleher jenjang dan bertubuh langsing pada kalimat di atas memiliki konotasi yang baik, jika dibandingkan dengan frasa berleher panjang dan tubuhnya kurus. Oleh karena itu, pemilihan kata atau frasa di dalam bahasa surat harus benar-benar diperhatikan
C. Penggunaan kata baku
Kata-kata yang digunakan di dalam surat hendakanya kata yang baku. Kata yang baku adalah kata yang sesuai dengan standar Kamus Besar bahasa Indonesia. Apabila ternyata kita terpaksa harus menggunakan kata asing karena belum ada padannya dalam bahasa Indonesia, maka kata tersebut harus dicetak miring atau digaribawahi. Berikut ini adalah beberapa contoh kata baku dan tidak baku.
D. Penggunaan Ejan yang tepat
Penulis surat yang cermat pasti memperhatikan kaidah Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). Begitu pula sebaliknya, penulis surat yang tidak cermat biasanya lebih memetingkan isi daripada bahasa. Dalam penulisan surat, baik isi maupun bahasa harus benar-benar kita perhatikan. Berikut ini adalah beberapa contoh kalimat dalam surat yang kurang memperhatikan kaidah ejaan.
1. Semoga anda dapat bergabung dengan perusahaan kami.
2. Setiap hari sabtu perusahaan kami libur.
3. Surat penawaran ini berasal dari P.T. Genta Buana Perkasa.
4. Surat ini harus ditanda tangani oleh direktur perusahaan.
5. Silakan hubungi sub-bagian tata usaha.
6. Harga gula yang kami tawarkan sebesar Rp. 8.000,- per kg.
7. Atas perhatiannya, saya ucapkan terima kasih.
8. Jadwal wawancara dirubah menjadi tanggal 2 s/d 5 Maret 2006.
9. Direktur perusahaan kita yang baru adalah seorang sarjana hukum, yakni Dr. Tony SH.
10. Pihak ke-I bertindak sebagai penjual dan pihak ke-II sebagai pembeli.
Marilah kita cermati penggunaan ejaan yang salah dalam penulisan kalimat surat di atas.
Penulisan kata anda pada kalimat (1) tidak sesuai EYD. Kata anda sebagai bentuk sapaan harus diawali dengan huruf kapital, yakni Anda. Kata sapaan lain adalah Bapak, Ibu, Saudara, dan sebagainya.
Pada kalimat (2) terdapat nama hari yang penulisannya tidak tepat karena diawali dengan huruf kecil. Menurut ketentuan EYD, semua nama hari, nama bulan, dan nama tahun harus diawali dengan huruf kapital. Sebagai contoh:
Nama hari : Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jumat, Sabtu, dan Minggu.
Nama bulan : Januari, Februari, Maret, April, Mei, Juni, Juli, Agustus, September, Oktober, November, dan Desember.
Nama tahun : Masehi, Kabisat, Saka, dan Hijriah.
Pada kalimat (3) terdapat penulisan singkatan huruf awal kata yang menggunakan tanda titik. Di dalam EYD disebutkan bahwa singkatan yang terdiri atas huruf awal kata, suku kata atau gabungan keduanya yang terdapat dalam akronim tidak perlu menggunakan tanda titik. Jadi, penulisan singkatan PT tidak perlu menggunakan tanda titik, seperti singkatan CV, SMA, MPR, ABRI, dan sebagainya.
Penulisan kata ’ditanda tangani’ pada kalimat (4) seharusnya dirangkaikan, yakni ditandatangani. Hal tersebut karena gabungan kata itu mendapat awalan dan akhiran sekaligus. Sedangkan pada kalimat (5) terdapat kata ’sub-bagian’ seharusnya subbagian. Bentuk sub-, semi, non-, dan in- sebagai awalan dari bahasa asing harus ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya. Misalnya: semifinal, nonformal, dan informal.
Penulisan singkatan rupiah pada kalimat (6) tidak perlu menggunakan tanda titik. Begitu pula penggunakan tanda koma dan setrip di akhir angka tidak sesuai ketentuan EYD. Contoh penulisan yang tepat adalah Rp 8.000,00 per kg.
Kalimat (7) merupakan kalimat penutup surat yang tidak tepat. Kata ganti ”–nya” pada kata perhatiannya tidak jelas. Oleh karena itu, kata ganti-”nya” harus diganti dengan kata nama diri, menjadi: Atas perhatian Saudara, kami ucapkan terima kasih.
Pada kalimat (8) terdapat penulisan kata dan singkatan yang tidak sesuai EYD, yakni kata dirubah dan s/d. Kata dirubah sebenarnya berasal dari kata dasar ubah, bukan rubah. Oleh karena itu, imbuhan di- + ubah menjadi diubah. Adapun singkatan sampai dengan yang benar adalah s.d. bukan s/d.
Penulisan gelar sarjana hukum (kalimat (9) adalah S.H. Gelar sarjana hukum ditempatkan di bagian belakang nama. Penulisan gelar di belakang nama menurut EYD harus diawali dengan tanda koma. Contoh:
(a) Dr. Tony, S.H.
(b) Sri Mulyani, S.Pd.
(c) Sugiman, B.Sc.
Penulisan ke-I dan ke-II pada kalimat (10) tidak tepat. Penulisan ke- harus diikuti denggan angka Arab. Apabila ingin menggunakan angka Romawi maka bentuk ke- tidak perlu dimunculkan. Misalnya:
(a) Pihak ke-1 dan pihak ke-2.
(b) Pihak I dan pihak II.

0 komentar:

Posting Komentar